Minggu, 15 Juni 2014

The Secret Place

Chapter 1~

Layaknya tirai abu-abu usang yang menutupi  sebuah jendela rapuh dikala terang, sosok demi sosok bayangan berkumpul menjadi satu menutupi sang pemain utama dibalik layar. Tidak ada yang mengetahui apa yang sebenarnya ia lakukan di tempat seperti itu, tak banyak pula orang yang berlalu lalang di sekitarnya, membuatnya lebih leluasa melakukan hal yang ia lakukan di tempat itu.
Menelusuri sebuah jalan baru untuk sampai ke rumah bagi sebagian orang mungkin terasa asik, karna terdapat hal-hal baru yang dapat kau temukan disana. Sekedar mengganti suasana agar tidak bosan pun menjadi suatu alas an alternative yang dibuat. Akan tetapi, lain halnya jika jalan baru yang kau lalui itu memutar sedemikian jauhnya hanya untuk dapat mengistirahatkan badan di ranjang kasurmu yang nyaman, tak hanya itu belum lagi ditambah hambatan-hambatan proyek atau apapun itu yang membuatmu semakin mengulur-ulurkan waktumu di jalan, hanya untuk sampai di rumah. Bagi sebagian orang, hal itu sedikit menjengkelkan, mungkin sudah bukan sedikit lagi bagi pemuda berambut hitam yang tengah memainkan hpnya itu. Terlihat jelas dari raut wajahnya yang telah jengkel atas semua hambatan yang ia terima sepulangnya dari sekolah itu. Butuh waktu lama baginya untuk dapat mengesampingkan semua hal yang mengganggunya, termasuk alasan dibaliknya memutar jauh jalan yang ada.
Suara angin berhembus terdengar kencang di tengah sepinya lalu lintas yang ada, mungkin hanya dua tiga orang yang lewat, itupun hanya sekedar lewat tanpa berhenti di salah satu tempat yang ada. Walaupun dibilang salah satu, faktanya hanya ada dua toko yang tetap terjaga pada siang hari itu. Tak terkecualikan dengan papan nama yang usang, lengkap sudah suasana yang diberikan.
Sekelebat bayangan tiba-tiba saja muncul, menghalangi sinar datang matahari, membuat jalan terlihat gelap seketika. Namun, yang membuat pemuda yang kini tengah mendengarkan lagu dari handphonenya tersebut kaget bukanlah bayangan itu, melainkan seonggok rumah mungil yang berdiri rapuh di hadapannya. Rumah mungil yang kira-kira seluas 20m2 itu berdiri di atas sebuah halaman luas bertanamkan rumput dan pohon-pohon rindang. Terdapat satu jendela yang mungil pula di atas pintu masuk utamanya. Papan kayu rapuh bertuliskan Andante ikut menghiasi bagian depan rumah tersebut, dilihat dari warnanya yang kusam dan sedikit miring, dapat diperkirakan rumah itu telah dibangun dalam waktu yang telah lama dan sudah tidak digunakan lagi sampai sekarang. Namun yang membuat pemuda tersebut heran adalah rumput-rumput yang berada di sekitarnya terlihat rapi dan tidak terlihat liar. Untuk ukuran sebuah rumah yang sudah lama tidak berpenghuni, kemungkinan rumput di halamannya rapih itu 0%, kecuali jika ada penduduk yang dengan relanya membersihkan rumput-rumput yang pada dasarnya bukan miliknya itu, atau jika pemilik rumah tersebut tidak menyukai halaman yang berantakan, namun tidak mempedulikan debu di sekitar rumahnya. Yah hal tersebut bukanlah hal yang perlu dipikirkan terus menerus. Pemuda itu melanjutkan perjalanannya sampai ketika suatu kejadian membuatnya berubah pikiran.

~oOo~

“Nenek, lihat aku. Aku sudah bisa memasak kue, dan kue ini aku buat untuk nenek, ehehehe” ucap seorang gadis kecil berwajah oriental dengan mata bulatnya, tersenyum riang ke arah wanita tua yang tengah duduk di sebuah kursi yang berada di teras rumah.
“Oh sayangku, lihat betapa pintarnya dirimu sudah bisa membuat kue secantik ini untuk nenek,”
“Itu karena aku ingin jadi seorang patisiere terkenal seperti nenek, yang bisa membuat segala macam kue, dengan begitu aku juga bisa makan kue sepuasnya,”
“Oh sayangku, kemarilah,” kemudian wanita tua itu mendekap gadis mungil itu dalam pelukan hangatnya, menyadari usianya yang sudah tak memnungkinkan lagi untuk melihat gadis itu tumbuh dewasa membuatnya berkata demikian,
“Suatu hari nanti jka nenek tidak berada di sampingmu ketika kau sudah menjadi seorang patisiere, kau bisa melihat kalung ini. Ini adalah kalung yang menghubungkan hati kita,” ia mengeluarkan sebuah kalung berbentuk cincin yang ditengahnya terdapat lambang sayap.
“Kenapa nenek bilang seperti itu? Aku ingin nenek selalu berada di sampingku, dan mencoba masakan buatanku,” balas gadis itu cemberut
“Fufu, sayang, sesuatu yang memiliki nyawa tidak akan selamanya dapat bertahan, suatu saat akan ada masa dimana orang tersebut tidak dapat menemanimu, layaknya bunga yang layu di hari tuanya,” kemudian ia memasangkan kalung di leher sang gadis mungil, “mungkin nenek tak akan bisa disampingnmu, tapi hati nenek bisa selama kalung ini berada di tanganmu. Sama seperti ibumu yang kini tengah menjalankan tugasnya di Perancis, ia juga memiliki sesuatu yang menghubungkannya dengan orang-orang tercintanya. Semua kekuatan itu ada dalam hati kita, selama kita mempercayainya setegas apapun hambatan yang ada pasti bisa kau lewati,”
“Uhuh, nenek. Baiklah jika itu nenek yang mengatakannya,” Kedua insan itu berpelukan sekali lagi, dan itu merupakan pelukan terakhir yang dapat gadis mungil  itu rasakan dari seorang yang sangat berarti untuknya.

~oOo~
Pemuda itu menjatuhkan tasnya di jalan seketika. Ia berlari sekencang mungkin yang ia bisa ke arah rumah mungil itu berada. Tak peduli apapun itu, ia harus dapat menghentikannya. Ia berlari ke arah papan Andante itu, kemudian berdiri di bawahnya, menggapainya, dan memegangnya sekuat mungkin agar tidak jatuh seraya mencoba melepaskan ikatan tali yang ada di papan itu.
“HEY APA YANG KAU LAKUKAN BODOH, BERDIRI DI ATAS TUMPUKAN BUKU SEPERTI ITU, APAKAH KAU MAU MEMBUATKU BERTANGGUNG JAWAB ATAS SEMUA YANG BARU SAJA INGIN KAU LAKUKAN?!” teriak pemuda itu tiba-tiba ke arah  jendela rumah itu berada. Sejenak jika dilihat baik-baik terdapat seorang wanita berseragamkan sekolah tengah mencoba menggantungkan dirinya pada seutas tali yang diikat sampai ke papan nama rumah itu berasal.
Terlambat sedikit saja, nyawa gadis itu bisa saja hilang seketika. Untungnya pemuda itu dapat terlebih dahulu melepaskan ikatan tali yang ada. Gadis yang berada di dalam rumah itu terjatuh begitu saja di atas tumpukan buku-buku yang telah ia susun sesedemikian rupa.
“Heyy, apa kau tidak apa-apa? Jawab akuhh….kakiku..” gadis itu merintih merasakan kakinya yang terjatuh tadi tepat di atas sisi bagian buku tebal, membuat sedikit darah mengalir perlahan.
Pemuda itu merogoh-rogoh tas hitamnya, kemudian mengeluarkan sebuah sapu tangan yang ia lingkarkan di bagian pergelangan kaki gadis itu. “Kau ini bodoh atau bagaimana? Baru segini saja sakit, bagaimana dengan aksi yang coba kau lakukan tadi,”
“Me-memangnya kau ini siapa, hah? Seenaknya saja berbicara tanpa tahu apa-apa. Kau ini hanya orang luar yang tak tahu apa-apa tentang diriku, tidak pantas mencampuri urusan orang lain!” setengah teriak ia ucapkan ke arah pemuda itu, rasa kesal terlihat jelas di wajahnya. Ia tidak pernah menyangka usahanya yang telah ia siapkan matang-matang digagalkan oleh seorang pemuda asing berseragamkan sekolah yang secara kebetulan lewat di depan rumahnya.
“Apa tidak boleh menolong seseorang? Kau ini sudah kutolong asih saja memantah, lebih baik diam saja darah di lukamu tidak akan berheti mengalir jika kau terus mengoceh,”
“Ka-kaauuu!!!”
“Kalau begitu aku ingin tanya satu hal. Jika ada sesosok kepala terlihat dari atas jendela tinggi seperti itu walapun oleh orang yang berada di luar rumah, apa pikiran pertama yang dapat kau simpulkan, sudah ada kemungkinan akan adanya kejadian buruk yang terjadi,”
“Kau..sok tau sekali, huh! Bagaimana jika orang itu hanya ingin membersihkan jendela atau mengambil sesuatu yang terletak di atas, sudah pasti ia akan mengambil kursi lalu
“Bagaimana jika pada saat yang bersamaan kau melihat papan yang berada di samping luar jendela itu bergerak naik turun seolah-olah seperti ada yang mengaturnya. Tentunya kita berpikir orang tersebut bertindak sesuatu yang buruk. Jika kau berpikir orang itu hanya ingin mengambil sesuatu yang tersangkut atau membersihkan jendela papan itu disangkutkan, akan lebih memudahkanmu jika kau mencopot papan itu terlebih dahulu. Terlebih lagi, melihat betapa rapuhnya papan itu tidak mungkin seseorang dengan sengaja menaik turunkan papan dari dalam seperti ingin memainkannya, kecuali jika kau anak kecil yang cukup iseng. Dan lagi, tempat papan itu disangkutkan adalah jendela kecil tersebut, dengan cara apa kau dapat menaik turunkannya tanpa menghubungkannya dengan sesuatu. Sudah pasti kau menyambungkannya dengan tali atau semacamnya, kemungkinan yang dapat diperkirakan dengan aksi tersebut ditambah kepala yang terlihat dari atas ialah seseorang yang ingin mencoba menggantungkan dirinya menggunakan cara tersebut,” pemuda itu mengikatkan sapu tangannya dengan perlahan tanpa berhenti berbicara
“Dengan tali yang telah dihubungkan antara leher dan papan itu, kau mencoba memastikannya dengan menaik ulurkan tali yang kau gunakan, dengan begitu terlihat seperti papan itu bergerak naik turun oleh perintah seseorang, tidak masuk akal jika itu angina bukan. Lalu jika kau sudah siap dan mencoba menjatuhkan dirimu yang telah tersangkut tali, tali itu akan tertarik membuat papan itu ikut tertarik sampai batasnya, mengingat bentuknya yang sudah rapuh kemungkinan papan itu akan jatuh tidak akan lama namun cukup membuat dirimu tergantung selama beberapa menit. Setelah papan itu jatuh, tali yang kau gunakan pun ikut putus dan jatuh bersama dirimu yang terkapar di lantai rumah ini,” Ia menengadahkan kepalanya kea rah gadis tersebut, “tentu saja jika kau punya pemikiran seperti itu, kau akan segera berlari dan mencoba menolongnya bukan sebelum terlambat, kecuali jika kau seorang penjahat yangtengah terburu-buru,”
“K-kau, bagaimana bisa?”
“Insting dan perasaan selalu bisa menunjukanmu ke arah yang benar,”
perasaan?’ mata gadis itu terpaku seolah-olah sedang mengingat sesuatu, “Tapi tetap saja kau telah menghancurkan segala rencana yang telah kubuat untuk saat ini, kau..kauu..,” perlahan air menetes dari kedua kelopak matanya.
“Tidak akan ada orang yang mau menerima rencana bodoh seperti itu,” tatapan seriusnya membuat gadis itu berdecak sesaat, “Yah tapi, beruntungkah kau ditolong olehku dengan begitu kau dapat berpikir lebih matang lagi rancana lain tanpa menghilangkan satu pun nyawa yang telah diciptakan ke dunia ini. Kau piker apa yang akan dirasakan oleh orang-orang yang berharga bagimu setekah mendengar kematianmu? Apa kau tidak peduli dengan perasaan mereka yang ditinggalkan, apakah kau mau mereka menanggung segala rasa kehilanganmu? Di dunia ini, tidak semua hal dapat diakhiri dengan cara mengakhiri hidupmu begitu saja.”
Mata gadis itu makin memerah, ia mencoba menolehkan wajahnya ke arah yang berlawanan. Ucapannya barusan membuat hatinya sedikit terbuka dan setengah sadar oleh apa yang baru saja ingin ia lakukan, “namamu?”
“Apa? Suaramu kecil sekali,”
“Kutanya siapa namamu?”
“Oh, Kai,”
“Nama lengkapmu?”
“Heh, untuk apa kau menanyakan nama lengkapku?”
“Uh, memangnya kenapa? Siapa tahu aku pernah mengenalmu di suatu tempat sebelumnya. Tidak ada hal yang tidak mungkin bukan,”
“Uh, baiklah,”
“Lalu?”
“Kai…la Fixario,”
“Apa? Kau tadi menyuruhku untuk berbicara yang keras, sekarang malah kau yang mengecilkan suaramu. Jadi siapa?
“Uhhh…Kaila Fixario”
“oh, kalau aku—tunggu, apa aku tidak slah dengar, namamu…” seketika saja suara tawa sudah melanglang seluruh ruangan di rumah ini, berbeda sekali dengan wajah kesal sang pemuda, “Oh astaga, yang benar saja, baru kali ini kutemukan lelaki dengan nama seperti itu, kau tahu itu sangat berlawanan sekali dengan apa yang tadi kau lakukan dan katakana, ahaha,”
“HAAHH BERISIK!! Bukan urusanmu jika aku memiliki nama seperti ini, lagipula ini pemberian kedua orang tuaku,” tampangnya semakin suram karena suara tawa yang diberikan tidak kunjung berhenti juga, “Panggil saja Kai, ingat itu,”
“Ahahaha…oke..oke, aku tidak akan mengejekmu lagi..pfftt..,” pemuda itu melihat semakin jengkel ke arah gadis yang baru saja ia tolong itu, ‘dasar tidak tahu terima kasih’
“Kai, panggil aku Emi…Emilia Malier,” walaupun masih sedikit jengkel, mereka berdua saling berjabat tangan, “tapi ingat, aku tidak akan berterima kasih atas apa yang kau lakukan barusan. Walaupun kau menolongku, tetap saja kau telah menghancurkan segala rencana yang kubuat,”
“Ya, ya, ya,” setengah malas Kai berdiri dari tempat duduknya, mencoba membantu Emi untuk berdiri dari tempatnya semulanya, “Apa kau bisa berjalan?”
“Yah, sedikit,” Emi berdiri dibantu oleh Kai, dengan tangan yang dipangkukan di atas bahu pemuda itu.
“Mengingat keadaanmu sekarang tidak mungkin aku meninggalkanmu sendirian dengan lukamu itu, dimana rumahmu?”
“Eh—tunggu, kau mau mengantarku?”
“Memangnya harus bagaimana lagi? Apa kau mau kutinggalkan disini, sendirian, walaupun kau meminta tolong tidak akan ada yang menolongmu mengingat sepinya jalan disini. Meski itu sampai malam, sampai tidak ada siapa-siapa hany ada binatang buas y—cukuppp!,
“Baiklah aku menurut padamu kali ini, tapi tidak lain kali, huh!” ia mengalihkan pandangannya sekali lagi, “tapi.. terima kasih,”
“Apa kau bilang?”
“Bu-bukan apa-apa, sebaiknya cepat kau antarkan aku sekarang sebelum hari semakin gelap,”
“Dasar,” setengah tersenyum melihat tingkah laku gadis yang berdiri di sampingnya itu.
“Hu-hueeehhh, ap-apa yang kau lakukan?” tiba-tiba saja Kai mengankat Emi di atas pundaknya.
“Menggendongmu, ini adalah cara terefisien yang dapat kulakukan sekarang agar  dapat dengan cepat pulang ke rumah.
“T-tapi—“
“Berhentilah bicara. Kau ini berisik sekali,”
“KAUU…..”
‘Benar-benar di luar dugaan, seharusnya pada saat seperti ini aku sudah di rumah bersama tempat tidurku yang nyaman sambil bermain game yang baru saja kubeli. Entah kenapa hal ini terjadi begitu saja. Benar-benar melenceng dari apa yang selama ini kulakukan. Yah setidaknya semua yang terjadi hari ni baik-baik saja,’
Mereka berdua berjalan menelusuri sepinya jalan yang ada walau masih terdengar percakapan seru di antara mereka. Dibilang percakapan, mungkin lebih mirip jika dibilang saling meledek satu sama lain. Begitulah kehidupan, kau tidak akan menyadari apa yang telah kau rencanakan dapat dengan mudah dibatalkan, kejadian tertentu tidak dapat kau prediksi kapan datangnya. Manis pahitnya hidup pun tidak akan bisa kita perkirakan akan dapat yang mana. Semua terjadi begitu saja. Layaknya benang yang menghubungkan kita semua dengan orang-orang dan kejadian-kejadian yang ada. Layaknya bunga mawar yang memiliki bermacam warna yang menggambarkan kehidupan yang tengah kita jalani. Layaknya tempat yang kau jadikan pijakan selama hidupmu bersama kenangan yang berlalu lalang di dalamnya.


~oOo~

Visitor

Know us

Blue Wings

Our Team

Sign by Danasoft - Get Your Sign

Contact us

Nama

Email *

Pesan *